
Dikutip dari tulisan Moch Satrio Welang pada http://baliartetalase.blogdrive.com/archive/30.html
Sebuah lumbung kesenian telah lahir sepertinya. Forrest Club – Suicide Glam ( depan TVRI Renon) bermetamorphosis menjadi tempat kongkow asyik, para seniman baik musik maupun sastra berpadu dalam balutan suasana art, literature and music. Sebuah harmonisasi dasyat untuk sebuah taste kaum urban yang begitu kental.
Acara yang bertajuk Malam Musikalisasi Puisi Pekerja dan Atmosfir Tipis berlangsung ramai. Tampil para penyair penyair muda Bali, sebut saja Pranita Dewi, Moch Satrio Welang, Achmad Obe Marzuki, Inne Meriyanti, juga tampil di meriahkan oleh Bali Hiphop Community, Teater Angin, Sanggar Barak, Greenville Band, Igo Ed Eddy and Residivis , Wena Pesaji dan juga band Dialog Dini Hari. 
Kilasan aksi panggung Moch Satrio Welang sempat mencuri perhatian saat tampil menggunakan BEHA sebagai simbol penindasan kepada perempuan bersama tokoh pelacur yang diperankan Larasati Devi saat membacakan puisi Para Pelacur Kota Jakarta ( WS. Rendra) yang sebelumnya bersama Linda Ayu Darmurtika membawakan puisi Rekonstruksi Marsinah ( Hasymi Ibrahim) penampilan ini juga didukung Igen – Icum Greenville saat adegan lagu Bento karya Iwan Fals yang sesuai dengan tema Pekerja dan Atmosfir Tipis.
Pranita, yang tampil diiringi musik oleh Igo Blado, membacakan salah satu puisi Chairil Anwar yang tentunya langsung membius mata penonton. Juga tampil Wena – Penyanyi Sakit Jiwai ( Negara) yang memperlihatkan kelasnya dengan tampilan yang sungguh memukau dan menghipnotik lewat syair syair indah.
Igo Ed Eddy and Residivis juga tampil prima, walau tampil solo, karena mendadak ibu dari personilnya yang lain masuk rumah sakit. Tapi Igo memberikan suaranya untuk memeriahkan suasana pesta puisi tersebut. Dukungan dari kalangan hiphop community diwujudkan dalam penampilan spontan Dedi Kristian cs yang mendadak juga diiringi anak anak Teater Angin yang sebelumnya telah tampil pembuka, dan dilanjutkan sajian dari Sanggar Barak dalam pentas mereka yang membuat para wanita berfantasi dalam alunan puisi 
Dialog Dini Hari, menjadi Gong dasyat penutup acara, yang lagi lagi membuktikan kepiawain bang dadang cs dalam bermusik. Sungguh tak bisa diragukan lagi, hampir empat kali mereka mengatakan ‘ Oke this is the last song, Very VERY VERY last”
Igo selaku Event Manager mengaku takjub dengan antusias teman teman yang mendukung suksesnya acara ini, dan harapan bahwa acara ini akan diadakan secara reguler, semakin mengkristal ( semoga )
Acara ini tak hanya memberi ruang para penyair, musisi dan pekerja seni lainnya unjuk gigi, tapi juga digelar soft promo buku puisi Keranda Emas, 21 penulis muda Bali, terbitan Youth Corner publisher. Beberapa penulis dalam buku tersebut juga hadir dalam acara tersebut seperti Hendra Utay, Arya Lesmana, Dwi Putri Rejeki, Dwitra J Ariana, dan tentunya Pranita Dewi, Moch Satrio Welang, Achmad Obe Marzuki yang juga tampil. Sayangnya komunitas Sahaja ( Purnama, Sudiani dan Rastiti) yang juga masuk dalam buku tersebut berhalangan hadir karena tengah sibuk mempersiapkan pesta kesusastraan Radar Bali Literary Award 2009 pada 18 – 20 Mei nanti.
Shoutbox