Setelah cukup lama tertunda akhirnya perkenalan perdana klub buku di Forrest Club at Suicide Glam Clubhouse, Renon, Denpasar; jadi juga dilaksanakan. Topik pertama yang kami ambil adalah Tin Tin, seorang sosok aseksual bahkan sebelum Morrissey muncul! Berjambul & pompadour jauh mendahului Slim Jim Phantom!* – RD
Salam membaca,
Rudolf Dethu, Ridwan Rudianto & PW Rudolf
————————————————————————————————–
Diskusi kecil tapi hangat di sore hari Jumat tanggal 15 Mei 2009 itu membawa ‘tintinologist’ : Ridwan Rudianto & Rudolf Dethu, dengan dimoderasi saya sendiri, PW Rudolf. Ternyata keluarga besar Alliance Francaise (Institusi Kebudayaan Perancis)-lah yang menjadi rombongan terbesar dan salah satu dari yang paling antusias menanggapi diskusi Tin Tin ini.
Beberapa ada yang bertanya pada saat publikasi Tin Tin sejak sebulan lalu (entah maksudnya ingin bertanya atau sinisme) akan kenapa Tin Tin yang menjadi bahan diskusi. Katanya, “Is that all in your mind?” atau ada lagi, “I love people who are intelligent who read but…. Tin Tin??” Well, disitu saya lihat saja bahwa kemampuan analisa, pun kemauan untuk itu masih rendah. Komik ya komik… lagi-lagi stereotype… Pernahkah terbersit kalau komik adalah salah satu sarana penyampaian sesuatu yang berat dengan sangat ringan. Dan Tin Tin ini menuai begitu banyak diskusi dan memancing perbincangan politik di dunia, sampai-sampai dibuatkan Konferensi Dunia Tin Tin. New York Times membahas permasalahan rasisme Tin Tin di Kongo yang dimuat dalam Jurnal Kinshasha. Edisi Tin Tin di Kongo ini menuai berbagai komentar dan kritik pedas sampai-sampai di beberapa negara dibredel. Di Amerika Serikat sempat dilarang beredar, begitu juga keluarnya perintah untuk dilarang beredar oleh CRE (Commission of Racial Equality) yang mengganggap Tin Tin rasis. Tin Tin di Sovyet ( – ejaan Indonesia di Tin Tin keluaran baru) pun membuat Herge (sang pencipta Tin Tin) disinyalir anti-komunis. Di koran Times Online juga ada disebutkan dan mempertanyakan kalau Herge adalah seorang anti-imperialis karena Tin Tin and the Blue Lotus.
Di Iran, Tin Tin dibredel dan kemudian dipublikasikan kembali dalam edisi yang ‘di-Islamkan, salah satunya dengan menghilangkan banyak scene Kapten Haddock, karena perilakunya yang suka minum-minuman keras dan memeluk lawan jenis yang bukan istrinya. Kalaupun Kapten Haddock ada, minuman-minuman kerasnya diganti menjadi non-alkohol, menjadi lime-juice?
Dari sudut pandang seksualitas, banyak yang menduga Tin Tin itu homoseksual, konon kabarnya adalah pujaan kaum homoseksual dunia, ada juga yang menduga dia aseksual. Dugaan homoseksual ini timbul salah satu karena Tin Tin tidak pernah bersama perempuan manapun, tidak juga Bianca Fiore, tidak pernah menangis dan emosional, kecuali pada saat kawannya (laki-laki) meninggal pada waktu edisi Tin Tin di Tibet. Dan juga melihat gaya dandan metroseksualnya dengan rambut jambul dan pakaian yang selalu modis.
Ridwan mengangkat teknik penggambaran dan pewarnaan, yang menurut pengamatannya tidak menggunakan arsiran dan menurut hematnya mewarnai menggunakan cat air ketimbang bahan-bahan lain. Memang, Herge menggunakan warna-warna berani yang ‘catchy’ dalam penyajian Tin Tin kecuali pada Tin Tin di Uni Sovyet yang satu-satunya masih keluar hitam-putih. Katanya sih, belum selesai.
Dethu juga mengungkapkan pengalaman pribadinya terpaut hobinya membaca Tin Tin. Waktu keliling dunialah dan terdampar di Amerika Selatan, ia sadar dengan keberadaan Picaros (Tin Tin in Picaros). Ditanyai salah satu peserta apa inspirasi Tin Tin baginya, Dethu bilang kalau dulu, waktu membaca Tin Tin membuatnya ingin menjelajahi tempat-tempat yang Tin Tin kunjungi (travel-motive).
Penerjemahan Tin Tin ke dalam bahasa Indonesia untuk edisi baru dianggap kurang bagus ketimbang terjemahan edisi lama (waktu bentuk komik Tin Tin masih buku tipis dan lebar) oleh Ibu Indira yang mendapat acungan jempol karena makian-makian Kapten Haddock terutama sangat sulit dicarikan padanan katanya tanpa perlu menuliskan kata-kata kasar yang tidak patut dibaca. Edisi baru terbitan Gramedia mendapatkan kecaman, yang menyambung kepada buku-buku terjemahan terbitan Gramedia, yang kerapkali tidak mendapatkan ‘soul’ buku yang diterjemahkan, kesannya asal menerjemahkan. Asumsinya adalah fee penerjemah yang rendah yang akhirnya mengusir minat para penerjemah profesional, dan menggantinya dengan penerjemah yang tidak fasih berbahasa Inggris sehingga menghasilkan penerjemahan yang tidak berkualitas. Ini cukup fatal akibatnya: sebuah penyimpangan pengetahuan.
Akhirnya, diskusi Tin Tin ini bisa memperlihatkan kalau Tin Tin bukan sekedar komik biasa. Tanpa fasilitas internet dan tanpa bepergian, dengan saktinya Herge bisa menuliskan dan mendisripsikan kehidupan sebuah negara yang tidak pernah dikunjunginya dengan detil. Pelajaran tentang peradaban umat manusia pada saat dan paska Perang Dunia ke-II bisa dipelajari dari membacan Tin Tin dengan seksama dan analisa yang mendalam. Saya pribadi, sangat tertarik dengan sisi politik yang dibawakan Herge ke pembaca.
Pertanyaannya, apakah Herge seorang yang apolitis atau memegang idealisme sayap kanan, Tin Tin adalah tokoh problematik masih diperdebatkan sampai sekarang.
oleh: PW Rudolf
——————————————————————————————-
Annex: oleh Rudolf Dethu
Siapa Tintin? Apa itu Petualangan Tintin?
Petualangan Tintin (judul dalam bahasa Perancis: Les Aventures de Tintin et Milou) adalah serial komik yang diciptakan oleh Hergé seorang artis dari Belgia. Hergé sendiri adalah pseudonim dari Georges Remi (1907 – 1983) yang dituliskan menjadi RG (dibaca sebagai Hergé dalam bahasa Perancis). Serial ini pertama kali muncul dalam Bahasa Perancis sebagai lampiran bagian anak-anak dari koran Belgia, Le Vingtième Siècle pada tanggal 10 Januari 1929. Petualangan Tintin sendiri menampilkan beberapa pemain yang saling melengkapi satu sama lainnya. Dari tahun ke tahun, serial ini menjadi bacaan favorit dan bahan kritikan dari para kritikus selama lebih dari 70 tahun.
Tokoh utama dari serial ini adalah seorang wartawan Belgia muda dan pengembara bernama Tintin. Sejak kemunculannya pertama kali, ia telah ditemani oleh seekor anjing jenis fox terrier yang bernama Milo (versi pertama di Indonesia, sedangkan versi keduanya oleh penerbit Indira diganti namanya menjadi Snowy). Milo di edisi Perancisnya adalah Milou. Dalam kisah selanjutnya dimunculkan beberapa pemain tambahan seperti Kapten Haddock, yang terkenal dengan sumpah serapahnya, namun dia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kepelautan dan asas kesetaraan. Kemudian ada juga Profesor Lakmus—versi pertama di Indonesia, sedangkan versi keduanya oleh penerbit Indira dirubah namanya menjadi Profesor Calculus—yang sangat cerdas namun memiliki masalah dengan pendengarannya. Dalam edisi Perancis namanya adalah Professeur Tournesol. Dan tak lupa karakter Dupont dan Dupond (Thomson dan Thompson dalam bahasa Inggris serta versi penerbit Indira), detektif kembar yang sangat tidak kompeten.
Dengan keberhasilan serial ini, komik tersebut dikumpulkan menjadi suatu album petualangan (23 secara keseluruhan dan ditambah satu album yang masih berupa sketsa, Tintin dan Alph-Art), yang berhasil dan telah diadaptasi ke dalam bentuk film dan teater. Komik ini adalah salah satu komik Eropa yang sangat terkenal pada abad ke-20. Sudah lebih dari 200 juta bukunya diterbitkan dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 50 bahasa.
Serial komik ini sangat digemari karena gaya gambarnya yang bersih tetapi ekspresif (gaya Hergé yang disebut ligne claire) dan didasarkan pada riset yang mendalam oleh pengarangnya, yang terbagi atas aliran: petualangan dengan elemen fantasi, misteri, politik dan sains fiksi. Kisah Tintin juga selalu menampilkan humor slapstick yang mengomentari tentang politik/budaya pada suatu negara atau suatu masa.
Beberapa karakter penunjang di Petualangan Tintin
Kapten Haddock
Kapten Archibald Haddock atau yang lebih dikenal sebagai Kapten Haddock dalam serial Tintin berbahasa Indonesia, adalah seorang pelaut kawakan yang memiliki garis keturunan tidak begitu jelas (Ia bisa memiliki darah orang Inggris, Perancis ataupun Belgia), adalah teman baik dari Tintin, dan karakter ini baru diperkenalkan dalam episode Kepiting Bercapit Emas. Pada awalnya ia memiliki jiwa yang sangat lemah dan memiliki ketergantungan yang teramat tinggi akan minuman keras beralkohol, namun lambat laun dia menjadi pribadi yang cukup disegani. Perubahan yang terjadi pada dirinya menjadi seorang yang berjiwa pahlawan dan setia kawan, dipicu oleh penemuannya atas harta karun dari leluhurnya, Sir Francis Haddock (François de Hadoque dalam bahasa Perancis) yang bisa dibaca dalam episode Harta Karun Rackham Merah. Rasa kemanusiaan si Kapten dan kata-katanya yang cenderung kasar merupakan pelengkap dari karakter Tintin yang terlalu sempurna untuk seorang manusia biasa, dimana si Kapten lebih terasa “manusiawi” dibandingkan Tintin. Kapten Haddock tinggal di suatu rumah yang sangat besar dan indah yang dikenal dengan nama “Marlinspike Hall” (“Moulinsart” dalam bahasa Perancisnya).
Kapten Haddock mempergunakan berbagai bentuk rangkaian kata-kata umpatan untuk menyampaikan perasaannya yang sedang gundah ataupun marah, seperti “Kepiting Busuk!” (dalam bahasa Inggris: “Billions of bilious blue blistering barnacles!”), “Sejuta Topan Badai!” (dalam bahasa Inggris: “Ten thousand thundering typhoons”), “Buaya Darat!” (“troglodytes”), “bashi-bazouk”, “kleptomaniak”, “Cacing Kremi!” (“ectoplasm”), “sea gherkin”, “anacoluthon”, dan “Cacar Air!” (“pockmark”). Tidak semua ungkapan tersebut dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, dikarenakan perlu dicari padanan kata yang dapat mewakili ungkapan yang sama namun dengan tidak membuatnya menjadi kata makian yang kasar. Dalam artian ungkapan tersebut masih harus memiliki unsur artistik sehingga menjadikan tantangan tersendiri untuk menerjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kapten Haddock adalah golongan peminum berat, dimana seringkali dia amat menyukai minuman keras beralkohol dengan merek Loch Lomond whisky, dan kondisinya ketika mabuk seringkali dijadikan sebagai bumbu pelengkap dari serial ini.
Profesor Lakmus/Profesor Calculus
Professeur Tryphon Tournesol dalam bahasa Perancis, adalah seorang absent-minded dan ahli fisika yang memiliki kekurangan pada pendengarannya, adalah karakter minor namun hampir selalu muncul bersama dengan Tintin, Milo/Snowy dan Kapten Haddock. Dia pertama kali diperkenalkan pada seri Harta Karun Rackham Merah, dan karakternya sebagian didasarkan pada seseorang dengan nama Auguste Piccard, dimana keberadaannya kurang disukai oleh para karakter utama, namun karena keluruhan budi dan penguasaannya atas ilmu dan teknologi menciptakan hubungan yang langgeng dengan mereka. Dalam edisi Bahasa Indonesia terbitan penerbit Indira, tokoh ini diberi nama Profesor Cuthbert Calculus. Nama Profesor Lakmus baru dilekatkan padanya pada penerbitan ulang serial ini oleh penerbit Gramedia.
Dupont & Dupond/Thompson & Thomson
Dupont et Dupond dalam bahasa Perancis, adalah dua orang detektif kembar yang seringkali berbicara tidak jelas satu sama lainnya, yang sebenarnya tidak memiliki hubungan kekerabatan[20], namun seringkali kelihatan seperti orang kembar dimana perbedaan antara keduanya hanya terletak pada kumisnya. Dalam edisi terbitan Indira nama mereka ialah Thomson dan Thompson. Mereka menghasilkan suatu “comic relief” sepanjang serial ini dan memiliki kebiasaan “spoonerism” dan secara keseluruhan menunjukkan ketidakmampuan mereka sebagai detektif. Karakter mereka didasarkan pada karakter dari ayah dan paman dari Hergé, dua kembar identik yang suka memakai topi bundar yang dikenal dengan sebutan “bowlers”.
Bianca Castafiore
Dia adalah seorang penyanyi opera yang selalu dipandang rendah oleh Kapten Haddock. Walaupun begitu, dia hampir selalu muncul kemanapun para karakter utama pergi, dimana dia selalu ditemani oleh pembantunya yang setia Irma, seorang pianis, Igor Wagner. Pada dasarnya arti daripada namanya adalah “bunga putih yang suci, murni”, sebagaimana yang dipahami oleh Profesor Lakmus/Calculous ketika dia memberikan mawar putih kepadanya sebagai tanda ungkapan cinta rahasianya pada sang penyanyi dalam episode Permata Castafiore (dalam versi penerbit Indira, Zamrud Castafiore). Karakternya didasarkan pada diva dari pertunjukan opera secara umum (berdasarkan pada catatan Hergé), Bibi Hergé Ninie, dan juga post-war komik Maria Callas.
Bersulang,
RUDOLF DETHU
www.suicideglam.net
PS: Sejujurnya—dan tanpa bermaksud merendah, Ridwan beserta saya mungkin belum bisa dikategorikan sebagai total aficionados, obsesif berat terhadap Tintin. Kami hanya sangat menyukai Tintin dan telah membaca hampir semua serialnya. Kami memberanikan diri berinisiatif ngomongin Tintin dengan maksud untuk mengumpulkan para pemerhati Tintin. Mari kita berbagi. Mari bikin koalisi besar yang solid (I’m not talkin’ to ya, Jusuf Kalla!).
Shoutbox